Oleh Yuli Riswati
Antara Konstitusi dan “Voting Discord”
Nepal tengah mencatat sejarah baru. Untuk pertama kalinya, negeri di kaki Himalaya ini dipimpin oleh seorang perdana menteri perempuan: Sushila Karki, mantan Ketua Mahkamah Agung yang dikenal bersih dan tegas. Ia resmi dilantik sebagai Perdana Menteri interim pada 12 September 2025, setelah gelombang protes besar-besaran yang dipelopori generasi muda memaksa mundurnya pemerintah sebelumnya.
Namun, penunjukan ini diwarnai perdebatan unik: muncul klaim bahwa Sushila Karki “dipilih lewat Discord”, sebuah aplikasi obrolan daring yang biasanya dipakai komunitas gim.
Dari Jalanan ke Dunia Maya
Gerakan protes Gen Z Nepal yang menolak larangan media sosial, korupsi, dan otoritarianisme, tidak hanya menguasai jalanan Kathmandu tetapi juga ruang-ruang digital. Dengan media sosial dibatasi, banyak anak muda beralih ke Discord untuk berdiskusi, mengorganisasi, bahkan melakukan polling internal tentang siapa sosok yang layak memimpin pemerintahan transisi.
Di server bernama Youth Against Corruption, ribuan anggota dilaporkan melakukan jajak pendapat yang menempatkan nama Sushila Karki di posisi teratas. Dari sinilah muncul narasi viral bahwa “Nepal memilih PM lewat Discord.”
Antara Aspirasi dan Legitimasi
Meski kisah ini terdengar seperti mimpi futuristik tentang demokrasi digital, faktanya lebih kompleks. Penunjukan resmi Sushila Karki tetap dilakukan oleh Presiden Ram Chandra Paudel berdasarkan konstitusi. Voting Discord memang memberi legitimasi moral dari kalangan protes, tapi tidak memiliki status hukum.
Dengan kata lain, Discord berfungsi sebagai cermin aspirasi publik, bukan mekanisme resmi negara. Media internasional ada yang menyoroti ini dengan gaya sensasional, sehingga muncul kesan seakan-akan Nepal benar-benar menggelar pemilu di ruang obrolan daring.
Makna Politik dan Simbolis
Terlepas dari kontroversi soal metode pemilihan, ada dua hal bersejarah yang patut dicatat:
- Nepal untuk pertama kalinya memiliki perdana menteri perempuan.Sushila Karki menjadi simbol terobosan dalam politik Nepal yang selama ini dikuasai elit laki-laki.
- Generasi muda menemukan cara baru menyuarakan kehendak politik.Walau tidak resmi, eksperimen “voting Discord” mencerminkan bagaimana ruang digital bisa dipakai sebagai arena partisipasi rakyat, terutama ketika saluran politik formal dianggap buntu.
Ke Depan: Demokrasi yang Retak atau Berevolusi?
Pelantikan Sushila Karki tidak otomatis menyelesaikan krisis. Tugasnya sebagai PM interim adalah memimpin pemerintahan transisi hingga pemilu baru pada Maret 2026. Tantangannya besar: mengembalikan kepercayaan rakyat, memastikan keterlibatan pemuda tetap produktif, dan membuktikan bahwa perempuan bisa memimpin di tengah politik maskulin Nepal.
Sementara itu, fenomena “Discord voting” mengajukan pertanyaan baru: apakah ini sekadar gimmick protes, atau pertanda evolusi demokrasi menuju era digital?
Sumber: Marsinah.id