COGOIPA.ONLINE HALTENG– Kepala Desa Masure bersama masyarakat secara tegas menolak segala bentuk investasi pertambangan di wilayah Patani Timur. Penolakan ini muncul sebagai respons atas rencana masuknya tiga perusahaan tambang, yaitu PT. SUMMA AHYAHUM SEJAHTERA, PT. DUTA ARACO INVESTAMA, dan PT. BERKARYA BERSAMA HALMAHERA (BBH). Rapat Bersama Kepala Desa dan Masyarakat Desa Masure, Menolak Perusahaan Tambang
Masyarakat Patani Timur telah hidup selama ratusan tahun dengan mengandalkan hutan pala dan sungai-sungai seperti Get, Gowonle, Woyokla, Kipin Woyofon, dan Midolafi. Hutan dan sungai tersebut menjadi sumber ekonomi utama sekaligus penopang kehidupan sosial-budaya masyarakat. Namun, ancaman kehadiran perusahaan tambang dinilai akan mengganggu kelestarian alam dan penghidupan warga.
Selain PT. SUMMA AHYAHUM SEJAHTERA dan PT. DUTA ARACO INVESTAMA, terdapat PT. BERKARYA BERSAMA HALMAHERA (BBH) yang sedang menunggu izin kesesuaian tata ruang dari Bupati Halmahera Tengah, Ikram Malang Sangaji, untuk tayang dalam MODI (Monitoring Dokumen Izin).
Meski Pemerintah Halmahera Tengah dan Halmahera Timur dinilai tertutup mengenai informasi PT. BBH, perusahaan ini diperkirakan akan beroperasi di Patani Timur dan Maba Selatan dengan luas konsesi mencapai 4.453 hektar.
Menyikapi hal ini, Kepala Desa Masure bersama masyarakat menggelar rapat di kantor desa pada Selasa pagi, 8 Juli 2025. Hasil rapat menyepakati:
1. Penolakan terhadap segala investasi pertambangan di wilayah Patani Timur.
2. Mengaktifkan kembali tradisi "bakobong" (menanam secara berkelompok) untuk menjaga ketahanan pangan sekaligus melawan tambang.
Bagi masyarakat Masure, menanam pala dan berkebun bukan hanya sekadar aktivitas ekonomi, melainkan juga bentuk perlawanan terhadap industri ekstraktif. "Pangan, bukan tambang!" menjadi semangat utama dalam gerakan ini.
Kepala Desa Masure dan masyarakat menegaskan bahwa mereka telah hidup turun-temurun dengan menjaga hutan pala dan sungai-sungai sebagai sumber kehidupan.
"Hutan dan sungai adalah warisan leluhur yang harus dilindungi, bukan dikorbankan untuk tambang,"tegas mereka.
Selain itu, masyarakat juga merasa terancam oleh maraknya teror, penyerangan, dan pembunuhan di kawasan hutan Patani Timur. Dengan membentuk kelompok, mereka berharap dapat lebih aman saat beraktivitas di hutan sekaligus memperkuat ketahanan pangan.
Masyarakat berkomitmen untuk terus memantau perkembangan izin tambang dan siap melakukan upaya hukum maupun protes jika diperlukan. Mereka juga mendesak pemerintah daerah untuk lebih transparan dalam mengeluarkan izin tambang dan mendengarkan suara rakyat.
"Kami akan pertahankan hutan dan sungai kami, karena di sanalah kehidupan kami bergantung," pungkas pernyataan bersama masyarakat Desa Masure.
Kontributor: Pardi (Warga Masure)
Baca Juga: Warga Desa Dote Diserang Kelompok OTK, Satu Korban Tertembak Panah