![]() |
| Penulis Made Supriatma |
Anda tahu kepiting? Ya binatang yang bercapit dan bercangkang keras itu. Taruhlah kepiting itu dalam ember. Mereka tidak akan kemana-mana. Ketika satu kepiting berusaha naik, belum sampai di atas, kawannya akan menariknya turun. Satu lagi berusaha naik, ia pasti akan ditarik turun.
Itulah mentalitas kepiting. Dan itu subur sekali di kalangan orang-orang yang menyebut dirinya Indonesia.
Bangsa ini tidak bisa maju karena memang tidak mau maju. Untuk maju, Anda perlu pemerintahan yang akuntabel -- yang bisa mempertanggungjawabkan setiap tindakannya. Untuk bisa membangun bangsa dengan pendapatan per kapita yang tinggi, Anda butuh mekanisme yang mencegah orang-orang yang duduk di kekuasaan berubah menjadi maling dan perampok.
Untuk bsa menjadi bangsa yang beradab, Anda perlu orang-orang yang menghormati aturan main (hukum). Bukan hukum yang ditentukan oleh penguasa tetapi hukum yang disepakati bersama.
Ini tidak pernah dilakukan. Sebaiknya, bangsa ini mengangkat kriminal dan pelanggar hukum ke jabatan-jabatan penting. Mengangkat maling, kecu, rampok ke jabatan yang membuat kebijakan -- sehingga kebijakan yang dibikinnya hanya menguntungkan dirinya, keluarganya, dan kliknya saja.
Persis disini jantung persoalan mengangkat Soeharto menjadi pahlawan nasional. Saya mengikuti debat online tentang soal ini. Bagaimana para pendukung Soeharto sangat gigih memperjuangkan kepahlawanannya. Kabarnya saat itu ada swasembada pangan, ada stabilitas karena tentara dimana-mana, harga sandang pangan murah, dan lain sebagainya.
Saya sangat yakin orang-orang itu adalah kelas yang diuntungkan oleh Soeharto: axis militer-birokrat-Golkar. Sekarang memang mereka menang. Dan semua kebijakan-kebijakan Soeharto sekarang dihidupkan kembali -- dengan nama lain! Walaupun itu harus diakui sebagian besar kebijakan 'welfare' itu adalah kerjaan para teknokrat yang dengan takzim menjalankan nasihat dan perintah Bank Dunia serta IMF.
Para pendukung Soeharto juga tidak pernah menghitung beaya-beaya bagaimana stabilitas dan sandang-pangan murah itu didapatkan. Anda lihat apa yang terjadi pada hutan di Kalimantan dan Sulawesi? Ambil, ambil, dan ambil ... dan semua yang murah itu adalah hasil hutang luar negeri.
Begitulah. Mental yang tidak bisa melihat kemajuan dari perspektif yang lebih besar ini berjaya hingga sekarang. Mereka tidak ingin ada pemerintah yang bertanggungjawab pada rakyatnya; tidak ingin militer yang mempertahan negara; tidak ingin polisi, jaksa, hakim, yang bekerja keras menegakkan hukum.
Mental kepiting ini akan tetap berjaya. Mengembalikan Indonesia ke jaman kegelapan dengan neo-Orba yang sekarang tengah mabuk kemenangan.
Soeharto jadi pahlawan nasional atau tidak, untuk saya tidak penting. Preekkkkkk! Kata orang Jogja. Sialnya dibalik kepahlawanan Soeharto, mental kepiting ini hidup subur di negeri ini. Kita memang dikutuk untuk tidak pernah maju! Sekalipun selalu berilusi bahwa kita bangsa yang besar yang sedang menuju jaman emas.(*)
