Membangun RSUD Yang Adil dan Profesional Untuk Masa Depan Daerah

dr. Akbar Kapissa Baharsyah, Sp.B-Dokter Spesilias Bedah-Eks. Direktur Lembaga Kesehatan PB HMI


COGOIPA.ONLINE- Dalam beberapa tahun terakhir, rumah sakit umum daerah (RSUD) di seluruh Indonesia menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan maupun mengajak tenaga kesehatan untuk mengadi di daerah menjadi cukup susah, terutama dokter dan dokter spesialis. Di banyak daerah, termasuk wilayah kepulauan dan kabupaten yang jauh dari pusat ekonomi, jumlah dokter kerap tidak sebanding dengan kebutuhan masyarakat. Tenaga kesehatan bekerja siang malam, menangani operasi darurat, pelayanan IGD, rawat inap, hingga kasus-kasus kompleks—namun penghargaan yang mereka terima belum mencerminkan beban dan risiko pekerjaan tersebut. Inilah sebabnya mengapa Pembagian jasa layanan kesehatan yang adil menjadi agenda penting dalam upaya memperkuat layanan kesehatan daerah.

Pembagian Jasa Medis bukan sekadar angka yang tertera di slip pembayaran. Ia adalah bentuk penghargaan atas kompetensi, tanggung jawab, kerja keras, dan pengorbanan tenaga kesehatan. Di rumah sakit daerah, Pembagian Jasa medis menjadi instrumen strategis untuk menjaga motivasi, meningkatkan mutu pelayanan, dan memastikan keberlanjutan tenaga kesehatan di daerah. Pembagian jasa medis yang tepat bukan hanya memengaruhi kesejahteraan dokter, perawat, dan tenaga penunjang; tetapi juga menentukan apakah sebuah RSUD dapat bertahan sebagai pusat layanan kesehatan yang layak.

Masalahnya, sistem pembagian jasa medis di banyak daerah masih jauh dari kata adil. Tidak jarang terjadi ketimpangan dalam pembagian jasa pelayanan. Ada tenaga kesehatan yang bekerja sepanjang malam, menangani tindakan operasi berisiko tinggi, tetapi imbalan yang diterima tidak sebanding dengan beban kerja. Sebaliknya, ada bagian tertentu yang menerima porsi lebih besar meski tingkat risiko dan kontribusinya terhadap keselamatan pasien lebih rendah. Ketidakadilan seperti ini bukan hanya melukai rasa profesionalitas; ia menghancurkan motivasi, memperburuk retensi tenaga kesehatan, dan pelan-pelan menggerus kualitas layanan.

Di sejumlah RSUD, fenomena “silent resignation” mulai terasa: Tenaga kesehatan kalau bisa memilih , mereka akan memilih pindah ke kota besar, memusatkan praktik di sektor swasta, atau bahkan berhenti dari rumah sakit daerah karena merasa tidak dihargai. Ketika Perhitungan Jasa Medis tidak adil, yang hilang bukan hanya tenaga kesehatan —tetapi harapan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak di tanah sendiri. RSUD bisa kehilangan dokter spesialis, Tenaga perawat, apoteker, asisten kamar operasi dan tenaga kesehatan yang lainnya. Akibatnya, pasien harus dirujuk jauh ke kota besar, dengan biaya besar dan risiko tinggi.

Oleh sebab itu, pengelola RSUD wajib menjadikan keadilan Perhitungan Jasa medis sebagai prioritas utama. Jasa medis yang adil berarti pembagian jasa yang proporsional, transparan, dan berbasis kontribusi nyata dalam pelayanan. Beban kerja dokter bedah yang menangani operasi malam hari tentu berbeda dengan beban administrasi biasa; begitupun risiko seorang dokter anestesi berbeda dengan pegawai non-medis. Menyamakan semua profesi tanpa mempertimbangkan bobot kerja dan risiko jelas bukan keadilan, melainkan pengabaian terhadap realitas.

Perhitungan Jasa medis juga harus mempertimbangkan faktor risiko profesional. Dokter dan tenaga kesehatan bekerja dalam tekanan tinggi, terpapar penyakit berbahaya, menghadapi risiko medis, hingga kemungkinan gugatan. Beban mental dan fisik yang mereka pikul tidak dapat disamakan dengan pekerjaan administratif biasa. Itulah sebabnya Jasa Medis yang adil bukan hanya soal “pembagian uang”; tetapi bagaimana rumah sakit menghargai kerja profesional yang menyelamatkan nyawa manusia setiap hari.

Lebih jauh, Jasa Medis yang adil adalah strategi mempertahankan SDM unggul di daerah. Tanpa Jasa Medis yang layak, tidak mungkin daerah terpencil dapat menarik dokter spesialis untuk tinggal dan mengabdi. Tidak adil jika RSUD menuntut pelayanan berkualitas, tetapi tidak menyediakan penghargaan yang layak. Tenaga Kesehatan bukan mesin; mereka manusia yang juga memiliki keluarga, kebutuhan hidup, dan harkat profesi.

Pengelola RSUD harus mulai melihat Pembagian jasa medis yang adil sebagai investasi, bukan beban. Pengeluaran untuk kesejahteraan tenaga kesehatan adalah pengeluaran yang langsung berdampak pada mutu layanan, keselamatan pasien, dan kepercayaan masyarakat terhadap RSUD. Rumah sakit dengan pembagian jasa medis yang adil akan menciptakan budaya kerja yang sehat, penuh dedikasi, dan saling menghargai. Sebaliknya, remunerasi yang buruk menghasilkan konflik internal, turnover, keluhan layanan, bahkan citra buruk terhadap pemerintah daerah.

Kini, saat Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 memberi ruang lebih luas bagi daerah mengelola sistem Pembagian jasa medis di masing-masing RSUD , sudah saatnya RSUD_RSUD Berbena berani berbenah. 

RSUD Weda pun sudah bisa mulai menata ulang system Pembagian jasa agar benar-benar berkeadilan, transparan, berbasis kontribusi, dan tidak ada kelompok tertentu yang diistimewakan. Penguatan RSUD Weda sebagai pusat layanan Halmahera Tengah tidak mungkin berhasil tanpa fondasi kesejahteraan SDM yang solid.

Dokter, perawat, dan tenaga kesehatan tidak menuntut menjadi kaya. Mereka hanya menginginkan keadilan—bahwa kerja keras mereka dihargai secara layak, bahwa malam-malam panjang di ruang operasi tidak berakhir dengan kenyataan pahit bahwa jasa mereka dibagi tidak adil. 

Di RSUD Weda, semangat keadilan ini harus diterapkan tanpa pengecualian: jangan ada profesi, unit, atau kelompok tertentu yang mendapatkan perlakuan istimewa semata karena jabatan, kedekatan, atau faktor non-kontribusi lainnya. Keadilan harus menjadi standar, bukan kompromi.

Ketika tenaga kesehatan diperlakukan dengan adil, RSUD akan tumbuh kuat, masyarakat mendapatkan pelayanan yang layak, dan daerah tidak lagi kehilangan SDM terbaiknya. (*)

Lebih baru Lebih lama