Jalan Trans Kie Raha untuk Siapa?

 

Oleh : Abd. Rahim Odeyani, Warga Halmahera Tengah

“Prinsip utama pembangunan berkelanjutan ialah mempertahankan kualitas hidup bagi seluruh manusia di masa sekarang dan di masa depan secara berkelanjutan.” (Warda, 2021).

Pembangunan jalan memang sangat penting karena menjadi pilar utama pengembangan infrastruktur di suatu daerah. Jalan merupakan sarana vital yang menghubungkan berbagai wilayah,mendukungmobilitas dan aksesibilitas masyaraka, serta mendorong pertumbuhan ekonomi.

Untuk memastikan kualitas dan keberlanjutan pembangunan infrastruktur jalan, diperlukan tahapan pelaksanaan yang terstruktur dan sistematis.

Gubernur Maluku Utara, dengan kewenangan yang dimiliki dan penuh percaya diri, menyatakan bahwa pembangunan Jalan Trans Halmahera merupakan program prioritas yang diharapkan dapat memperkuat konektivitas antardaerah sekaligus membuka akses ekonomi baru, terutama di kawasan segitiga emas Sofifi–Halmahera Tengah - Halmahera Timur. Bahkan, gubernur telah mengalokasikan anggaran antara Rp20 miliar hingga Rp40 miliar untuk membiayai pembangunan jalan baru ruas Ekor–Kobe dan Ekor–Buli melalui APBD Perubahan Provinsi Maluku Utara Tahun 2025 (Sumber: Klikfakta, edisi 28 Oktober 2025).

Studi kelayakan (feasibility study) atas pembangunan jalan tersebut telah disiapkan melalui APBD Induk Tahun 2025. “Sekarang kita buka sampai sirtu secara bertahap. Pengaspalannya nanti kita minta dukungan dari Kementerian PUPR karena anggarannya bisa tembus Rp1 triliun,” ujar gubernur (Sumber: Tribun Ternate, edisi 26 Agustus 2025).

Kebijakan ini tentu mulia, namun akan lebih bijak bila gubernur fokus mendorong peningkatan ruas jalan yang sudah ada dan tersebar di Kabupaten Halmahera Selatan, Halmahera Barat, Halmahera Timur, Kota Tidore Kepulauan, Kota Ternate, Halmahera Utara, Halmahera Tengah, Pulau Morotai, serta Kepulauan Sula dan Taliabu. Apalagi, ruas-ruas jalan tersebut berstatus sebagai jalan provinsi yang menjadi urusan dan tanggung jawab Pemerintah Provinsi Maluku Utara.

Berdasarkan Data Maluku Utara dalam Angka 2025 yang dirilis oleh BPS Maluku Utara, kondisi jalan provinsi di berb- agai kabupaten dan kota menunjukkan bahwa panjang ruas jalan yang rusak dan rusak berat justru lebih besar dibandingkan dengan ruas jalan yang kondisinya baik. Rinciannya, yakni :

Halmahera Selatan, jalan rusak 215,67 km, rusak berat: 186,43 km. Kepulauan Sula, jalan rusak: 63,23 km, rusak berat: 74,40 km. Kemudian, Halmahera Barat, jalan rusak 18 km, rusak berat: 35,60 km, Halmahera Utara jalan rusak: 66,01 km dengan kategori rusak berat 22,90 km. Kota Tidore Kepulauan jalan rusak : 29,26 km, rusak berat: 2,40 km. Selanjutnya, Kota Ternate jalan rusak : 3,55 km, rusak berat: 9,47 km, Halmahera Tengah, rusak: 65,20 km dan rusak berat : 310,60 km. Selanjutnya, Morotai jalan rusak: 29,41 km, rusak berat:

55,60 km, Taliabu, rusak : 28,56 km, rusak berat: 311,06 km dan Halmahera Timur jalan rusak 7,60 km , rusak berat : 58,76 km. Dari data tersebut, terlihat bahwa total panjang jalan provinsi yang rusak dan rusak berat di Maluku Utara mencapai 1.593,71 km.

Padahal, meskipun dalam kondisi rusak atau rusak berat, jalan-jalan tersebut selama ini telah digunakan masyarakat sebagai prasarana transportasi, memfasilitasi pergerakan orang dan barang, serta menghubungkan akses dari desa ke desa maupun dari desa ke kota. Ruas ruas jalan ini telah menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi lokal.

Oleh karena itu, pertanyaan nya adalah : seberapa penting dan seberapa prioritaskah jalan Ekor–Kobe itu dibangun di tengah tekanan fiskal daerah akibat pemangkasan dana transfer ratusan miliar rupiah oleh Pemerintah Pusat ke Pemerintah Provinsi Maluku Utara ? Untuk siapa jalan ini dibangun, bila tidak berhimpitan dengan permukiman warga ? Akankah jalan ini benar-benar menjadi urat nadi ke-hidupan baru bagi masyarakat ? Ataukah justru mereka akan kehilangan ruang hidup akibat pembukaan lahan besar-besaran (deforestasi) oleh pemilik IUP, yang kemudian dilanjutkan dengan proyek jalan atas nama pembangunan ? Apakah masyarakat akan kembali kehilangan masa depan dan sejarah hidupnya seperti getirnya kenyataan yang mereka rasakan hari ini ?.

Berdasarkan data MODI Kementerian ESDM, di kawasan tersebut tercatat sejumlah izin usaha pertambangan yang telah melakukan eksploitasi bijih nikel dengan cara menebang pohon, menggali tanah, bahkan membuka jalan hauling puluhan kilometer dari titik nol Lelilef ke Ekor. Aktivitas ini telah mengubah fungsi hutan secara signifikan. Dampaknya, setiap musim hujan dengan intensitas tinggi terjadi erosi dan sedimentasi sungai yang memicu banjir bandang di permukiman warga sekitar Kobe, Lelilef, dan sekitarnya.

Dengan demikian, sebaiknya gubernur lebih fokus pada program dan kegiatan pembangunan yang benar-benar prioritas, mendesak, dan bermanfaat langsung bagi masyarakat, salah satunya adalah peningkatan ruas jalan yang menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi Maluku Utara. 

Pembangunan jalan baru seharusnya dilakukan berdasarkan perencanaan yang matang, kajian lingkungan yang terukur, serta analisis sosial yang komprehensif, bukan dilakukan secara tergesa-gesa (ujuk-ujuk).

Di sisi lain, pembangunan jalan Ekor–Kobe ini kabarnya akan dilakukan dari dua arah. Pemerintah Provinsi Maluku Utara akan membangun dari kilometer 9 sampai kilometer 15, sedangkan Pemerintah Kabupaten Halmahera Tengah akan membangun dari arah Kobe ke Ekor (Sumber: Klikfakta, edisi 28 Oktober 2025).

Oleh sebab itu, saya ingin mengingatkan Pemerintah Kabupaten Halmahera Tengah bahwa negara telah memberikan petunjuk dan rambu rambu yang jelas mengenai pembagian urusan dan kewenangan di setiap tingkatan pemerintahan melalui undang-undang dan peraturan yang berlaku. Karena itu, berhati-hatilah dalam membuat kebijakan, terutama dalam membiayai program diluar kewenangan tanpa dasar hukum yang kuat. Hal tersebut dapat berimplikasi pada potensi pelanggaran hukum.

Pesan ini dimaksudkan untuk mengingatkan kita semua tentang pentingnya mematuhi aturan dan regulasi yang telah ditetapkan negara, sekaligus menjunjung tinggi prinsip serta asas tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).(*)


Catatan: Tulisan ini sudah pernah diterbitkan di Malut Post

Lebih baru Lebih lama