![]() |
Penulis Asbar Kuseke, Pemuda Galela Utara sekaligus Ketua Serikat Petani Indonesia Halmahera Utara |
Sebagai masyarakat Galela Utara, Kabupaten Halmahera Utara, kami memiliki hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang sehat, terbuka, dan transparan. Sasaran utama dari Puskesmas Salimuli adalah masyarakat itu sendiri. Apabila pelayanan kesehatan, baik umum maupun khusus, tidak sesuai dengan harapan, maka masyarakat berhak memberikan masukan dan kritik konstruktif karena hal itu dijamin oleh konstitusi.
Saya mencermati isu-isu seputar pelayanan kesehatan di Puskesmas Salimuli, Kecamatan Galela Utara, melalui beberapa pemberitaan online. Pemberitaan tersebut mengangkat tuntutan Himpunan Mahasiswa Galut (Hipma Galut) kepada Bupati dan Dinas Kesehatan Halmahera Utara untuk mencopot Kepala Puskesmas (Kapus) Salimuli.
Secara objektif, persoalan pokok dalam kasus ini adalah ketidakpatuhan tenaga kesehatan (nakes) dalam menjalankan tugas sesuai etika profesi dan Standar Prosedur Operasional (SPO) pelayanan umum Puskesmas Salimuli, yang sebenarnya telah diatur secara yuridis. Meskipun setiap Puskesmas memiliki SPO yang berbeda, tujuannya tetap sama: memastikan akses kesehatan yang mudah dijangkau masyarakat.
Prinsip dasar seperti jangkauan waktu dan jarak, kesehatan gratis, serta pelayanan yang ramah dan santun merupakan bagian integral dari etika profesi seorang nakes. Prinsip ini wajib dipatuhi, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan, termasuk Permenkes Nomor 43 Tahun 2019 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat dan Permenkes Nomor 6 Tahun 2024 tentang Standar Teknis Pemenuhan Mutu Pelayanan Dasar.
Tindakan Kapus Salimuli yang mendatangi rumah pasien atas inisiatif pribadi—bukan dalam kapasitas institusi—dengan tujuan mengancam keluarga pasien agar berhenti menyuarakan keluhan tentang pelayanan Puskesmas, adalah tindakan yang sangat disayangkan. Tindakan ini, seperti dilaporkan beberapa media online, jelas tidak berdasarkan hukum atau kode etik nakes. Kedatangan ke rumah tanpa pemberitahuan dan izin, baik tertulis maupun lisan, telah menyalahi aturan yang berlaku, khususnya Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Pasal 23 ayat (3) menyatakan bahwa tenaga kesehatan wajib memiliki izin dari pemerintah dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan, dan Pasal 24 ayat (1) menegaskan bahwa tenaga kesehatan harus memenuhi kode etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan SPO. Peristiwa yang dialami langsung oleh pasien dan keluarganya dari Desa Dodowo ini merupakan tindakan diskriminatif yang tidak semestinya dilakukan.
Tindakan Kapus Salimuli tersebut tidak hanya merugikan pasien, tetapi juga mendiskreditkan integritas Puskesmas Salimuli itu sendiri. Hal ini mengindikasikan lemahnya pengawasan pemerintah dalam memastikan jalannya pelayanan kesehatan masyarakat di wilayah Galela Utara, sehingga memunculkan potensi penyalahgunaan wewenang yang bertentangan dengan kode etik profesi nakes.
Pemerintah memiliki peran sentral dalam pengelolaan sumber daya kesehatan, sebagaimana diamanatkan Pasal 21 ayat (1) UU Nomor 36 Tahun 2009, yang mewajibkan pemerintah untuk mengatur perencanaan, pengadaan, pendayagunaan, pembinaan, dan pengawasan mutu tenaga kesehatan. Pasal ini menegaskan tanggung jawab pemerintah untuk memastikan mutu pelayanan kesehatan di Puskesmas dan rumah sakit, termasuk memastikan setiap tenaga kesehatan bekerja sesuai dengan SPO.
Inilah tantangan yang dihadapi masyarakat Galela Utara dalam bidang kesehatan. Kepada seluruh tenaga kesehatan, khususnya Kapus Salimuli, kami berharap pelayanan kesehatan masyarakat dapat ditingkatkan dengan baik, sesuai dengan kode etik dan prinsip pelayanan umum yang semestinya berlaku 24 jam. Puskesmas Galela Utara merupakan satuan layanan kesehatan primer (first-level health care facility) yang sangat dibutuhkan oleh setiap orang yang memerlukan layanan kesehatan kapan saja.