Pertumbuhan Ekonomi Malut Tertinggi di Indonesia:Upah Buruh Harus Naik 30%

Foto Istemewa Ali Akbar Muhammad | Desain Grafis COGOIPA.ONLINE

COGOIPA.ONLINE HALTENG- Angka pertumbuhan ekonomi Maluku Utara yang melonjak menjadi 33.19% telah menjadi berita utama yang menggembirakan. Berbagai analisis data dengan tegas menunjukkan bahwa penyumbang terbesar dari pencapaian spektakuler ini adalah sektor pertambangan. Namun, di balik deretan angka statistik yang dingin itu, tersimpan sebuah narasi yang lebih manusiawi dan mendesak untuk disuarakan. 

Pertanyaannya bukan lagi apa yang menyumbang, tetapi siapa yang sebenarnya menjadi motor penggerak pertumbuhan tersebut dan apakah mereka telah menikmati hasil yang adil dari kemajuan yang mereka ciptakan?

Sektor pertambangan memang menjadi mesin pertumbuhan, tetapi mesin itu tidak bergerak dengan sendirinya. Keuntungan besar yang dihasilkan dan menyumbang pada angka 33.19% itu bersumber dari keringat, tenaga, dan pengorbanan ribuan buruh tambang. Mereka adalah pahlawan di balik gemerlapnya komoditas. 

Setiap hari, mereka menghadapi risiko kerja yang tinggi, jauh dari keluarga, bekerja di kondisi yang seringkali keras dan penuh bahaya, demi menggerakkan roda industri ekstraktif. Kontribusi mereka nyata dan langsung: setiap ton bijih yang diangkat, setiap operasi alat berat yang dijalankan, dan setiap proses pengolahan yang diawasi, secara literal mengubah kekayaan alam menjadi nilai ekonomi yang mendongkrak angka PDRB. Mereka bukan sekadar angka dalam laporan keuangan perusahaan; mereka adalah fondasi operasional yang membuat keuntungan perusahaan itu mungkin.

Namun, penting untuk ditekankan bahwa kontribusi terhadap pertumbuhan Maluku Utara tidak hanya datang dari sektor tambang. Buruh di sektor-sektor pendukung dan penunjang lainnya juga turut serta memberikan sumbangsih yang tak ternilai. 

Mulai dari pekerja di bidang logistik yang mengangkut hasil tambang, buruh di sektor jasa yang mendukung kehidupan di sekitar area industri, hingga para pekerja informal yang perekonomiannya terpaut dengan siklus pertambangan. Mereka semua membentuk sebuah ekosistem ekonomi yang saling terkait, di mana lonjakan di sektor pertambangan berimbas atau setidaknya seharusnya berimbas pada peningkatan kesejahteraan di sektor-sektor lain.

Di sinilah letak paradoks yang memilukan. Di satu sisi, para pekerja, baik di tambang maupun di sektor terkait, telah membuktikan dedikasi mereka dengan menjadi penyokong utama pertumbuhan ekonomi tertinggi di wilayah ini. Di sisi lain, upah yang mereka terima seringkali tidak mencerminkan besarnya kontribusi tersebut. 

Realitas yang mereka hadapi adalah tekanan hidup akibat harga bahan pokok dan biaya kebutuhan layak yang terus melambung tinggi. Kenaikan harga sembako, energi, pendidikan, dan kesehatan telah menggerus daya beli mereka secara signifikan. Apa artinya angka pertumbuhan 33.19% jika para pekerjanya masih kesulitan memenuhi kebutuhan dasar keluarga? Apa artinya kemajuan daerah jika yang kaya hanya segelintir pemilik modal, sementara para pelaku utamanya tetap terbelenggu dalam siklus hidup yang pas-pasan?

Oleh karena itu, momentum pertumbuhan yang fenomenal ini tidak boleh berlalu begitu saja tanpa adanya langkah nyata untuk mendistribusikan manfaatnya secara lebih adil. Pemerintah Provinsi Maluku Utara memiliki tanggung jawab moral dan konstitusional untuk melindungi dan meningkatkan kesejahteraan warganya, terutama mereka yang menjadi tulang punggung perekonomian daerah. Sudah saatnya keberpihakan itu dibuktikan dengan kebijakan yang konkret dan berpihak.

Mempertimbangkan tingginya kontribusi pekerja,  risiko mereka alami. Maka sesuai  simulasi PP 49, rentan pengalian 0.9. Dengan pertimbangan pertumbuhan ekonomi Malut  diangka 33,19% dan inflasinya sangat kecil -0,17  Pemerintah Provinsi Maluku Utara harus segera mengambil langkah berani dengan menaikkan Upah Minimum Provinsi (UMP) atau Upah Minimum Sektor (UMS) secara signifikan, dengan usulan minimal sebesar 30%. Kenaikan ini bukan sekadar permintaan, melainkan sebuah keharusan sebagai bentuk keadilan dan pengakuan atas jerih payah yang telah mengantarkan daerah pada pencapaian ekonomi yang historis.

Kenaikan upah sebesar 30% ini akan memiliki efek berganda yang positif. Selain meningkatkan daya beli dan kesejahteraan pekerja serta keluarganya, hal ini juga akan mendorong perputaran ekonomi di tingkat lokal. Uang yang dibelanjakan oleh para pekerja akan kembali mengalir ke pasar-pasar lokal, usaha mikro, dan sektor riil lainnya, sehingga menciptakan siklus ekonomi yang lebih sehat dan inklusif. Dengan kata lain, kenaikan upah bukanlah beban, melainkan investasi untuk keberlanjutan pertumbuhan itu sendiri.

Apalagi daerah seperti Halmahera Tengah yang angka pertumbuhan ekonominya 39.10%. Pemerintah harus menaikkan upah buruhnya lebih dari 30%.

Kalau pemerintah kemudian menetapkan upah Provinsi Maluku Utara tidak sesuai dengan data-data diatas. Maka buruh harus benar-benar marah. Harus mempersiapkan mogok secara besar-besaran. Hentikan seluruh aktivitas ekonomi!

Lebih baru Lebih lama