Presiden Paling Berani di Dunia

Gustavo Petro, Preside Kolombia saat mengikut aksi protes di AS terhadap Genosida di Palestina 

COGOIPA.ONLINE- Tidak banyak pemimpin dunia yang berani menyebut telah terjadi "genosida" di Gaza. Tak banyak yang berani menuntut Netanyahu ditangkap dan diadili di pengadilan HAM internasional. Hanya dihitung jari pemimpin yang berani mengeritik Trump terang-terangan sebagai perusak perdamaian, penebar kebencian, dan anti-sains.


Bahkan Presiden dari negara muslim terbesar dunia, yang dijuluki macam Asia, tak sepatah kata pun menyebut "genosida" dalam kasus Gaza. Bahkan, yang agak mengecawakan, ia menawarkan solusi politik ala pedagang: mengakui Israel asalkan mengakui Palestina. 


Dan dari sedikit itu ada tiga Presiden Amerika latin: Gustavo Petro (Kolombia), Lula da Silva (Brazil), dan Gabriel Boric (Chile). 


Tapi yang paling fenomenal adalah Gustavo Petro. Saat berpidato di Sidang Umum PBB, pidatonya benar-benar bak bom atom yang meledak di antara AS dan Netanyahu/Israel. Ia berani menyebut kejahatan Israel terhadap Palestina sebagai "genosida" dan menuntut Netanyahu diadili sebagai penjahat kemanusiaan. 


Ia juga menyerukan pembentukan pasukan khusus (PBB/dunia) untuk membebaskan Palestina. Ini salah satu ide paling gila dan radikal sejauh ini. 


Ia juga lantang mengeritik Trump dengan kebijakan rasistik dan anti-sainsnya. Ia menolak superioritas ras di balik klaim umat pilihan. "Tidak ada manusia pilihan di muka bumi, tidak Israel maupun AS. Semua umat manusia adalah pilihan tuhan," katanya.


Tak hanya menggelegar di dalam Forum Sidang Umum, ternyata berlanjut di luar forum. Ia bergabung dengan aksi protes solidaritas Palestina di New York. Sesuatu yang hampir belum pernah terjadi sebelumnya: pemimpin dunia selesai SU PBB ikut aksi protes.


Gara-gara itu, visanya dicabut. Tapi nyalinya tidak ciut, semangatnya tak mengkerut. "I don’t care’. Saya ini manusia bebas," kata Presiden yang pernah menjadi gerilyawan marxis M-19 saat masih muda ini.


Saat jadi gerilyawan, ia pakai nama samaran "Aureliano", yang diambilnya dari nama tokoh dalam novel "Seratus Tahun Kesunyian" karya Gabriel Marquez.


Setelah perjuangan gerilya mengalami demobilisasi, ia terlibat dalam perjuangan politik. Ia membangun alat politik elektoral. Sempat menjadi anggota parlemen, sebelum menjadi Walikota Bogoto selama dua periode.


Namanya mencuat dan populer saat menjadi Walikota Bogota. Ia menunjukkan bahwa seorang marxis, bahkan bekas gerilyawan, sangat mampu mengurus kota. Infrastruktur publik dibenahi, kemiskinan dikurangi, dan pendekatan yang lebih humanis terhadap kriminalitas. Sistim transportasi publik kota Bogota, salah satu yang terbaik di dunia, konon jadi salah satu inspirasi Trans-Jakarta di Indonesia.


Itulah Presiden Gustavo Petro. Presiden yang berhasil mengubah Kolombia dari anggapan sebagai "halaman belakang-nya AS" menjadi negara berdulat dan berdikari.(*)


Oleh Rudi Hartono 

Lebih baru Lebih lama