Difteri Meluas Maluku Utara Harus Siaga

Penulis : dr. Akbar Kapisa Baharsyah, Residen Bedah FK Unhas, Ex Direktur LKMI HMI Cabang Makassar Timur

Pada akhirnya, Pemkot Ternate menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) difteri. Langkah tersebut sebenarnya terlambat, sebab satu kasus difteri saja sudah cukup dasar untuk menetapkan KLB. Meski demikian, keberanian Pemkot Ternate mengumumkan status darurat tetap harus diapresiasi. Ternate memilih langkah : mengakui adanya ancaman dan mengambil keputusan resmi.


Alarm Serius, Bukan Urusan Satu Kota

KLB di Ternate tidak bisa dipandang sebagai masalah lokal semata. Penyakit menular tidak mengenal batas administrasi. Kasus yang terjadi di Ternate hari ini bisa dengan cepat menjalar ke Tidore, Halmahera, atau Taliabu esok hari. Mobilitas penduduk di Maluku Utara cukup tinggi. Kapal, pesawat, jalur laut—semua menjadi potensi jalur penyebaran.

 

Karena itu, penetapan KLB di Ternate seharusnya menjadi alarm serius bagi seluruh Maluku Utara. Alarm keras yang menuntut Pemerintah Provinsi segera bergerak. Jangan sampai provinsi memilih menunggu kabupaten lain melaporkan kasus baru sibuk bereaksi. Menunggu hanya akan memperbesar risiko wabah meluas, dan menunggu berarti membiarkan lebih banyak anak terancam.

 

Dalam situasi ini, seharusnya Pemerintah Provinsi Maluku Utara sudah menetapkan status siaga difteri. Siaga difteri adalah langkah antisipatif yang memberi pesan kuat: Maluku Utara tidak sedang santai menghadapi ancaman ini. Status siaga akan memaksa semua kabupaten/kota waspada, menyiapkan logistik, dan memperketat pengawasan, tanpa harus menunggu kasus jatuh di wilayahnya masing-masing.Jangan Hanya Jadi Penonton.

 

Dalam struktur kesehatan, provinsi memiliki peran vital. Koordinasi lintas daerah, distribusi vaksin, penguatan puskesmas, hingga kesiapan rumah sakit rujukan merupakan tanggung jawab yang tidak boleh dijalankan secara reaktif.

 

Pertanyaan yang muncul: apakah harus menunggu anak di Halmahera meninggal dulu baru provinsi bertindak? Apakah harus ada korban di Tidore dulu baru ada deklarasi siaga? Jika demikian, berarti pola lama birokrasi yang lambat kembali diulang: reaktif, tidak sigap, dan selalu kalah selangkah dari wabah.

 

Difteri bukan penyakit yang memberi kesempatan untuk menunda. Ia menular cepat, menyerang anak-anak, dan bisa berakibat fatal dalam hitungan jam. Ketika Pemkot sudah menyalakan alarm, provinsi tidak boleh hanya menjadi penonton.

 

Momentum untuk Aksi Nyata

KLB di Ternate justru bisa dijadikan momentum untuk memperkuat kesiapan kesehatan publik di Maluku Utara. Beberapa langkah mendesak perlu segera dilakukan. Pertama, imunisasi massal atau ORI (Outbreak Response Immunization) harus segera digelar di kabupaten/kota lain, bukan hanya di Ternate. Mobilitas penduduk yang tinggi membuat cakupan vaksinasi tidak boleh terbatas.

 

Kedua, surveilans perlu diperketat. Puskesmas dan rumah sakit harus proaktif mencari kasus, menelusuri kontak erat, serta memberikan antibiotik bila diperlukan.

 

Ketiga, rumah sakit rujukan provinsi harus disiapkan dengan baik. RSUD Chasan Boesoirie harus memastikan ketersediaan ruang isolasi, peralatan pendukung, dan antitoksin difteri yang sering kali langka.

Keempat, edukasi masyarakat harus digerakkan secara masif. Informasi mengenai bahaya difteri, pentingnya imunisasi, dan langkah cepat melapor gejala perlu sampai ke sekolah, pesantren, rumah ibadah, hingga komunitas kecil di pelosok.

 

Langkah Pemkot Ternate menetapkan KLB difteri memang layak diapresiasi. Namun pada saat yang sama, keputusan itu juga menjadi pengingat bagi Pemerintah Provinsi Maluku Utara. Jangan menjadi penonton. Jangan menunggu kabupaten lain jatuh korban baru bergerak.

 

Status siaga difteri di level provinsi akan menunjukkan keseriusan pemerintah menghadapi ancaman ini. Tanpa status siaga, pesan yang sampai ke masyarakat bisa salah: seolah-olah difteri hanya masalah Ternate, padahal ancaman penyebaran ada di depan mata.

 

Ternate telah melakukan langkah berani dengan menetapkan KLB difteri. Sekarang giliran Pemerintah Provinsi Maluku Utara untuk mengambil peran. Jangan tunggu kasus muncul di kabupaten lain baru sibuk bergerak. Status siaga difteri harus segera diumumkan di tingkat provinsi agar kewaspadaan kolektif bisa dibangun sejak dini. Difteri sudah menjadi alarm keras bagi seluruh Maluku Utara. Pilihannya jelas: bergerak sekarang atau menyesal kemudian. (*)