Prabowo Kurangi Kunjungan Keluar Negeri: Dalam Negeri Masih Cari Marut


COGOIPA.ONLINE- Salah satu yang banyak terdengar dari publik untuk Presiden Prabowo adalah kurangi kunjungan ke luar negeri. Benahi keadaan di dalam negeri yang carut marut ini. 


Tapi, rupa-rupanya seruan itu tidak sampai ke telinganya. Setelah yakin akan mendapat dukungan militer dan polisi, Prabowo pergi ke China untuk hadir di parade militer. 


Sebelumnya dia menengok anggota-anggota polisi yang terluka dalam demo. Ia menitahkan Kapolri untuk memberikan kenaikan pangkat istimewa kepada anggota polisi yang terluka ini. Tidak sedikit pun dia menyinggu ada delapan korban jiwa dalam demo -- setidaknya lima karena kekerasan aparat. Dan puluhan -- mungkin ratusan yang luka-luka. Ribuan orang ditangkap dan ditahan. 


Dia dan para pejabat lain (serta para influencer oportunis yang mau mengeksploitasi korban untuk klik konten) memang berkunjung ke rumah Affan Kurniawan. Namun itu lebih karena mereka takut eskalasi massa. Sungguh bosan saya melihat muka-muka yang pura-pura sedih.   


Kunjungan Presiden ke China ini bukan tanpa masalah. Kunjungan ini memicu amarah Jepang karena parade militer ini karena dianggap memperingati 80 tahun kekalahan negeri Matahari Terbit pada Perang Dunia II. Ini ditafsirkan sebagai meluasnya sentimen anti-Jepang di China. 


Pemerintah Jepang kabarnya memanggil diplomat Indonesia karena hadirnya presiden RI disini. Rencananya, Prabowo akan berkunjung ke Jepang setelah dari China tapi Tokyo tidak menerimanya. Keadaan di dalam negeri membuat Prabowo hanya sehari di China. Semula dia dijadwalkan bertemu dengan pemimpin-pemimpin dunia lainnya. 


Presiden kita memang memproyeksikan diri sebagai pemimpin diantara pemimpin-pemimpin dunia. Dia senang berada di lingkaran penguasa-penguasa dunia dan merasa disitulah tempatnya yang pas. 


Namun, rangkaian kejadian minggu lalu telah melukai reputasi Indonesia. Bagaimana seorang pemimpin yang tidak mampu menangani keamanan dalam negerinya bisa disegani di luar negeri? Dia pergi ketika negeri ini masih kacau balau. Dia menyerahkan kepada militer dan polisi. 


Dia menaruh militer di jalan-jalan dan melakukan show of force untuk memperlihatkan kekuatan dan kekuasaan. 


Dalam hati, saya sungguh berharap situasi tidak berubah menjadi seperti ketika Suharto berkunjung ke Kairo pada awal Mei 1998. Para elit yang bertarung berebut kekuasaan memanfaat situasi ini dengan menciptakan kerusuhan. 


Apa yang akan didapat di China? Apakah kunjungan itu akan benar-benar bermanfaat untuk politik luar negeri Indonesia? Seperti biasa, ketika pulang biasanya pemimpin Indonesia mengumumkan bahwa akan ada investasi sekian puluh trilyun. Hanya kemudian kita mendapati pepesan kosong. Bukankah itu playbook Jokowi supaya tampak kerja. 


Aparat-aparat saat ini sibuk menangkapi para aktivis yang memperjuangkan suara rakyat yang tidak pernah didengarkan. Juga sibuk mencari kambing hitam dari persoalan yang muncul dari kalangan mereka sendiri. 


Tidak ada kata lain bisa menggambarkan ini selain "ketidakpekaan" atau out of touch dengan kenyataan. (*)

Penulis: Made Supriatma 

Lebih baru Lebih lama