JANGKAR Malut Tolak SK Upah Gubernur: Dinilai Menindas dan Jauh dari Kebutuhan Hidup Layak

COGOIPA.ONLINE Halmahera Tengah – Jaringan Komunikasi Rakyat Halmahera Tengah (JANGKAR) Maluku Utara secara tegas menyatakan penolakan terhadap Surat Keputusan (SK) Penetapan Upah yang dikeluarkan oleh Gubernur Maluku Utara. Sikap ini diutarakan langsung oleh Koordinator JANGKAR Malut, Hasrat Ramli, yang menilai kebijakan tersebut sangat merugikan dan menindas kaum buruh.

"Buruh, khususnya di sektor pertambangan, adalah penggerak ekonomi di Maluku Utara. Namun, penetapan upah ini justru menindas mereka," tegas Hasrat Ramli dalam pernyataannya, Selasa.

Lebih lanjut, Hasrat menyoroti bahwa besaran upah yang ditetapkan sama sekali tidak mencerminkan perhitungan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) di provinsi tersebut. Ia membandingkannya dengan kontribusi besar pekerja sektor tambang, khususnya nikel, terhadap perekonomian.

"Pertumbuhan hilirisasi tambang nikel telah mendongkrak ekspor produk olahan mineral kritis, dengan investasi puluhan triliun rupiah. Semua ini tak lepas dari jerih payah buruh. Sektor ini menyumbang devisa negara dan memperkaya pengusaha, tetapi kenaikan upah buruhnya hanya 3% atau sekitar Rp102.240. Ini sangat tidak sebanding," paparnya.

Hasrat kemudian menjelaskan perhitungan yang dianggap lebih adil. Menurutnya, dengan mempertimbangkan standar KHL, Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026 seharusnya naik minimal 31%. "Jika UMP 2025 sebesar Rp3.408.000, kenaikan 31% akan membawanya ke angka Rp4.464.480. Itu baru sesuai KHL," jelasnya.

Ia juga mengkritik metode perhitungan pemerintah. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2024, dengan pertumbuhan ekonomi Maluku Utara yang mencapai lebih dari 33%, faktor pengali (alpha) seharusnya 0,9. "Dengan formula itu, kenaikan upah seharusnya mencapai 29,71%, bukan hanya 3% seperti sekarang," tambah Hasrat.

Dengan penolakan ini, JANGKAR Malut mendesak pemerintah provinsi untuk meninjau ulang SK penetapan upah dengan lebih mempertimbangkan prinsip keadilan, kontribusi buruh, dan angka KHL yang riil, agar kesejahteraan pekerja, yang menjadi tulang punggung perekonomian daerah, benar-benar terjamin.(*)

Lebih baru Lebih lama